Terbunuh Malam
Aku berlari sekencang mungkin tanpa berpikir kemana tujuanku. Dada
ini semakin terasa sesak. Bagaimana aku bisa menerima kenyataan ketika kamu
memutuskan untuk pergi? Mulai saat itu aku sangat membenci malam. Sungguh aku
tidak sanggup mengahadapinya, karena itu hanya dapat membuatku semakin teringat
pada malam itu. Sangat berat bukan ketika kamu membenci suatu hal namun kamu
tidak dapat menghindar dari hal tersebut. Karena kamu tidak bisa menghentikan
waktu. Tidak akan ada yang bisa. Dan aku menarik kesimpulan bahwa waktu
sangatlah kejam. Aku membenci waktu karena malam yang hampir membunuhku.
Jika aku sanggup berkata pada malam itu, akan ku utarakan semua
perasaan dan segala kalimat mohonku agar kau tidak pergi. Tapi ketika aku
mendengar kalimat yang keluar dari mulutmu, seakan isak tangisku membatasi
kata-kata yang seharusnya aku ucapkan. Aku sungguh tidak berdaya, hatiku mati
layu hanya karena sebaris kalimat yang kau tuturkan. Pikiranku melayang jauh
tertutup atmosfer yang sangat tebal, tak mampu berpikir. Mataku menatap matamu
dalam-dalam, jauh dan kosong. Jantungku seolah berhenti dan mulai sulit
bernafas. Tubuhku mematung. Aku tidak sadar mataku telah bengkak dan air mataku
sudah mengalir membasahi seluruh wajah bersama air hujan. Kenapa kau tega
melakukan ini padaku?
Kau hanya tertunduk dan tak berkutik. Aku menunggu jawabanmu. Tetap
menatapi dirimu dengan wajahku yang mulai lusuh. Ayolah, jawab aku! Kenapa kamu
tega melakukan ini hah? Kenapa hatiku dengan mudahnya dirapuhkan oleh orang
yang kukenal tidak pernah menyakitiku? Aku mengenalmu lebih dari aku mengenal
diriku. Tahukah kau bahwa dirimulah separuh hidupku. Pada detik ini separuh
hidupku telah hilang. Aku hampir kehilangan diriku seutuhnya. Kamu tetap membisu. Aku memunggungimu, aku
tidak sanggup lagi. Kamu berusaha menghangatkan tubuhku dengan jaketmu, kini
kamu hanya menggunakan kaos tipis kesayanganmu sedangkan hujan mengguyur tubuh
kita dengan sangat deras. Bodoh. Seharusnya kamu tidak peduli lagi dengan
diriku. Aku hanya butuh penjelasanmu! Kini hanya ada perasaan sesak yang
menggelegak di dada.
Aku hampir saja pingsan karena mandi hujan dan diguyur dengan
kalimat jahatmu itu. Sungguh kenyataan yang sangat berat untuk kuterima. Kamu
bahkan tidak memberiku alasan. Dan setelah ini kemana aku akan membawa diriku
pergi? Tidak ada lagi dirimu. Tidak ada lagi lelucon hangat dan wajah konyolmu.
Tidak ada lagi tangan yang tergenggam saat aku merasa hilang. Tidak ada lagi
senyuman indah yang mewarnai hariku. Tidak ada lagi cerita tentang hari-harimu
yang selalu meramaikan telingaku. Tidak ada lagi tatapan tajam dan menggoda.
Tidak ada lagi pundak yang tersandar saat aku mulai terlelap. Tidak ada lagi
tingkah absurd yang selalu menghiburku. Semua yang ada padamu telah menjadi
kekagumanku yang paling sempurna. Aku
masih sulit mempercayai kenyataan. Ya, kini warna-warni hidupku telah berubah
menjadi sangat gelap.
Pagi berganti malam, aku masih berada di balkon kamarku. Memeluk
lututku dan menatap jauh bintang-bintang dilangit. Malam ini tidak seindah
malam-malam bersamamu. Saat itu aku baru sadar, hatiku sebenarnya sangat rapuh.
Kehidupanku seperti berbalik 180 derajat. Semangatku lenyap terseret angin
malam, senyumku luntur dibasahi hujan pada malam itu, sungguh kenyataan begitu
kejam membunuhku secara perlahan. Malam itu telah membentangkan jarak antara
aku dengan dirimu. Banyak keriusauan dalam kepalaku. Aku bingung harus dengan
cara apa aku melanjutkan hidupku jika separuh diriku saja telah pergi.
Aku membuang napas dengan cukup keras ketika pikiranku mulai
tertuju padamu. Memutar ulang memori indah yang telah kita rekam bersama,
menyanyikan lagu yang dulu sering kita putar. Hatiku tidak henti-hentinya
menghembuskan namamu. Setiap hari, selalu saja aku berusaha untuk mengalihkan
pikiranku. Entah dengan cara apapun itu, aku ingin lupa. Aku berharap aku tidak
akan mengingatnya kembali. Aku harus menjadi aku yang periang seperti dulu
lagi, hanya bedanya, kini bukan dirimu lah yang menjadi alasanku untuk
tersenyum. Dan memantapkan hatiku bahwa dirimu telah benar-benar pergi. Maka kubiarkan
waktu yang menyembuhkan diriku yang cacat ini.
Aku akan selalu merindukanmu.
Komentar
Posting Komentar